PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Eksistensial
Ludwig Binswanger
1.
Biografi
Tokoh
Ludwig Binswanger lahir pada tanggal 13
April 1881, di Kreuzlingen, Swiss. Ludwig lahir ditengah keluarga yang memiliki
tradisi kedokteran dan psikatri yang kuat. Kakeknya adalah pendiri Belleuve
Sanatorium di Kreuzlingen tahun 1857, dan ayahnya, Roberto adalah direktur
Sanatorium tersebut. Pamannya, Otto adalah penemu penyakit yang mirip Alzheimer
yang kemudian dikenal dengan penyakit Binswanger.
Ludwig Binswanger meraih gelar sarjana
kedokteran dari University of Zurich pada tahun 1907. Dibawah bimbimngan Carl
Jung, Ludwig belajar darinya dan menjadi asisten Jung dalam Freudian Society.
Jung mengenalkan Binswanger dengan Freud pada tahun 1907. Pada tahun 1911,
Binswanger diangkat sebagai direktur medis Belleuve Sanatorium. Binswanger
kemudian jatuh sakit pada tahun berikutnya dan mendapatkan kunjungan dari
Freud. Persahabatan mereka berjalan hingga Freud wafat tahun 1939, walaupun
mereka memiliki banyak perbedaan mendasar dalam teori- teori yang mereka
kemukakan.
Awal tahun 1920-an Binswanger sangat
tertarik dengan pemikiran Edmund Husserl, Martin Heidegger, dan Martin Buber.
Inilah yang membuat Binswanger lebih tertarik pada perspektif eksistensial
daripada perspektif Freudian. Pada awal tahun 1920- an itu pula, Binswanger
menjadi salah seorang pelopor pertama dalam menerapkan fenomenologi pada
psikiatri. Pada tahun 1943, Binswanger menerbitkan buku utamanya yang berjudul Grundformen und Erkenntnis
menschlichenDaseins dan pada tahun 1963 menerbitkan bukunya yang terakhir
yaitu being-in-the-world: selected papers
of Ludwig Binswanger. Tahun 1956, Binswanger berhenti menjadi direktur
Sanatorium setelah menduduki posisi
tersebut selama 45 tahun. Namun, dia terus melakukan studi dan menulis
sampai meninggla pada tahun 1966.
2.
Pokok-pokok
Teori
Pokok teori Ludwig Binswanger yaitu mengenai
psikologi eksistensial, yang berfokus pada hal analisis eksistensial. Menurut
Binswanger, analisis eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkapkan
eksistensi manusia pada taraf empiris. Sebelum Binswanger, seorang filsuf Jerman
Heidegger juga telah menggunakan istilah analisis eksistensial namun bukan untuk
mengacu pada metode atau pendekatan empiris, melainkan filosofis.
Meski demikian, analisis eksistensial sangat
berbeda dengan metode ilmiah yang pada umumnya bercorak kuantitatif, atau yang
lebih menekankan pada perhitungan statistic dan pendekatan medis. Berdasarkan pada
ciri-cirinya, pendekatan eksistensial lebih tepat disebut pendekatan kualitatif.
Disebut pendekatan kualitatif karena bukan hanya tidak menggunakan pengukuran dan
perhitungan statistik (kuantitatif), tetapi karena penekanannya pada pendekatan
yang bersifat intersubjektif.
Ada beberapa dasar teori yang
dikemukakan oleh Ludwig Binswanger, yaitu :
· Fenomenologi
Fenomenologi merupakan studi mendalam dan
menyeluruh tentang fenomena, yang dicetuskanoleh Edmund Husserl. Fenomena sendiri
adalah seluruh isi kesadaran, yaitu benda-benda, kausalitas, hubungan,
peristiwa, hasil pemikiran, fantasi, citraan, kenangan, perasaan-perasaandan
lain sebagainya. Fenomenologi berupaya untuk membiarkan pengalaman- pengalaman tersebut
muncul dalam kesadaran sehingga dapat didiskripsikan tanpa ada bias. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman- pengalaman, dan menerimanya.
Kaum fenomenologis menolak psikologi
eksperimental dan B. F Skinner yang menganggap kesadaran tidak ada sama sekali.
Kaum fenomenologis berpendapat bahwa manusia tidak pernah bisa keluar dari subjektivitas,
karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari objektivitas itu sendiri. Artinya,
pengalaman yang terjadi tidak hanya merupakan sebuah objektivitas yang
menyangkut hal- hal materil, namun juga merupakan hal yang bersifat subjektif
yang merupakan kesadaran akan dirinya yang memiliki pengalaman tersebut.
Fenomenologi juga merupakan pendekatan interpersonal,
yang menggunakan sekelompok peneliti untuk menggabungkan perspektif sehingga terbentuk
pemahaman yang lebih menyeluruh tentang fenomena yang disebut intersubjektivitas.
· Eksistensi
Sartre mengatakan “eksistensi kita mendahului
esensi kita” ,esensi manusia adalah kebebasan manusia. Manusia memiliki pilihan
mengenai bagaimana menjalani hidup dan membentuk serta menentukan siapa diri kita.
Manusia masing-masing memiliki “modal” yang beranekaragam, namun memiliki kesamaan
tugas untuk membentuk diri sendiri.
· Dasein
Dasein adalah istilah yang banyak digunakan
oleh kalangan eksistensialis dalam mengartikan eksistensi manusia. Sebutan lain
untuk dasein yaitu diartikan sebagai keterbukaan (openness) oleh Heidegger.
Sedangkan Sartre mengartikan Dasein sebagai ketiadaan (nothingness). Unsur utama
dalam dasein menurut Heidegger yaitu kepedulian (sorge).
· Keterlemparan
(throwness)
Keterlemparan yang dimaksud yaitu kita ada
di alam semesta ini bukan karena keinginan kita sendiri. Kita seperti sudah ter-
setting secara sosial. Ketika kita membiarkan
diri kita menjadi budak masyarakat, disitulah kita mengalamike- terjatuhan (fallness). Binswanger mengikuti filosof
Martin Buber, menambahkan satu catatan yang lebih positif dalam ide
ke-terjatuh-an ini. Jika dasein adalah keterbukaan maka manusia harus saling terbuka
satu sama lain, kita tidak bisa menutup diri sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian
eksistensialis. Binswanger melihat potensi ini sebagai bagian intrinsic dari dasein.
· Kecemasan
(Anxiety)
Eksistensialisme terkenal karena keyakinannya
bahwa hidup itu sulit. Dunia fisik mampu member kesengsaraan sebagaimana juga
bisa menawari kita kesenangan, dunia social bisa mengiring kita pada
kekecewaan. Kecemasan bukanlah gangguan semestara yang bisa dihilangkan oleh
nasihat ataupun terapis. Dia adalah bagian dari hakikat anda sebagai manusia.
· Rasa
bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah kekecewaan terhadap
suatu yang telah kita lakukan atau yang belum sempat kita lakukan yang membuat
orang lain sengsara. Disaat kita hanya memilih jalan selamat tanpa berkeinginan
atau berusaha untuk mewujudkan disanalah rasa
sesal yang mendalam muncul.
· Kematian
(Death)
Saat menyadari bahwa betapa cepat kematian
maka kita jadi tahu bahwa waktu yang terbuang tidak akan pernah kembali lagi.
· Keontetikan
(Autotenticity)
Jalan hidup yang baik disebut jalan
hidup yang otentik yang mengerti bahwa kita sadar akan diri kita sendiri.
Artinya kita hidup dengan keterlibatan, kasih sayang dan komitmen.
· Ketidak
ontetikan (Inautotenticity)
Orang yang hidup tidak otentik lagi
telah menukar keterbukaan dengan ketertutupan, kedinamisan dengan statis,
kemungkinan dengan aktualitas. Maka orang yang jalan hidupnya tidak otentik
bukan lagi menjadi namun apa adanya
3.
Struktur
Eksistensial
1.
Ada-di-Dunia
(Dasein)
Ada-di-Dunia merupakan eksistensi
manusia yang didasarkan pada seluruh struktur eksistensi manusia yang bukan
milik atau sifat seseorang, bukan bagian dari ada manusia seperti ego pada
Freud atau anima pada Jung. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi meliputi
tiga wilayah: (1) lingkungan biologis atau fisik (Umwelt), (2) lingkungan manusia (Mitwelt), (3) sang manusia sendiri termasuk badannya (Eiqenwelt).
2.
Ada-melampaui-dunia
(Kemungkinan-kemungkinan dalam Manusia)
Analisis eksistensial memakai pandangan
lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, dan ingin melampaui
dunia (Binswanger). Binswanger tidak mengartikan dunia lain (surga) melainkan
ia mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk
mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Apabila ia
menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkinan yang penuh dari ekstensinya,
atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang lain atau oleh lingkungan, maka
manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak autentik. Manusia bebas
memilih salah satu dari keduanya.
3.
Dasar
Eksistensi
Salah satu batas kebebasan manusia
adalah dasar eksistensi ke mana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi
“keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang
menjadi dasarnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir untuk mencapai
kehidupan yang autentik. Apabila orang lahir sebagai seorang wanita, maka dasar
eksistensinya tidak akan sama dengan dasar eksistensi seorang laki-laki.
4.
Rancangan-Dunia
Rancangan-dunia adalah istilah yang
digunakan Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada-di-dunia
seorang individu. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan
bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simtom macam mana
yang akan dikembangkannya. Rancangan-dunia tertanam atau membekas pada segala
sesuatu yang dilakukan individu. Batas-batas dari rancangan tersebut mungkin
sempit dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.
5.
Cara-cara
Ada-di Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada-di-dunia.
Setiap cara merupakan Dasein yang
memahami, menginterpretasikan , dan mengungkapkan dirinya, misalnya berbicara
tentang cara dwirangkap yang dicapai
oleh dua insan yang saling jatuh cinta. “Saya” dan “Kamu” menjadi “Kita”.
Inilah cara autentik untuk menjadi manusia. Satu cara jamak digambarkan oleh Binswanger sebagai dunia
hubungan-hubungan formal, kompetisi, dan perjuangan. Seorang individu yang
hidup untuk dirinya sendiri telah memilih suatu cara tunggal dalam eksistensi, sedangkan orang yang menjadikan
dirinya tenggelam di tengah orang banyak telah memilih cara anonimitas. Biasanya, orang tidak hanya memiliki satu cara
eksistensi, tetapi banyak.
6.
Eksistensial
Eksistensial merupakan sifat-sifat yang
melekat dalam setiap eksistensi manusia. Sifat-sifat tersebut diantaranya
yaitu:
a.
Spasialitas Eksistensi
Spasialitas tidak sama dengan ruang
fisik (physical space). Keterbukaan
dan kejelasan merupakan sifat spasialitas yang sejati dalam dunia manusia.
Contohnya, saya lebih terbuka kepada karyawan saya yang jauh lebih jelas
daripada tetangga saya.
b.
Temporalitas Eksistensi
Temporalitas bukan waktu dan juga bukan
serangkaian titik sekarang yang tanpa akhir seperti dalam fisika. Waktu
digunakan atau dihabiskan sebagaimana yang dikehendaki orang. Waktu pada manusia
juga bersifat dapat didatakan. Kita
menggunakan kata-kata, seperti “sekarang”, “dahulu”, dan “kapan” untuk
menunjukkan waktu sekarang, waktu lampau, dan waktu yang akan datang.
c.
Badan
Badan didefinisikan sebagai ruang
lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia. Badan tidak terbatas pada
apa yang ada dalam kulit tetapi meluas sepanjang hubungan individu dengan
dunia.
d.
Eksistensi Manusia di Dunia sebagai
Milik Bersama
Psikologi eksistensial kadan-kadang
dituduh bersifat solipsistik, yakni memandang setiap individu hidup tertutup
dalam dunia pribadinya sendiri tidak tahu-menahu tentang dunia tempat orang
lain hidup. Eksistensi manusia tidak pernah bersifat pribadi, kecuali dalam
kondisi patologis tertentu. Eksistensi manusia selalu merupakan berbagai dunia
satu sama lain.
e.
Suasana Hati atau Penyesuaian
(Attunement)
Suasana hati Merupakan suatu
eksistensial yang sangat penting karena menjelaskan mengapa keterbukaan kita
pada dunia mengembang dan menyusut, dan mengapa keterbukaan kita itu
menjelaskan gejala-gejala yang berbeda dari waktu ke waktu. Apa yang diamati
dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati orang itu pada saat itu.
Apabila seseorang cemas, maka Doseinnyya akan
diarahkan pada ancaman-ancaman dan bahaya-bahaya..Apabila seseorang gembira,
maka eksistensinya akan diarahkan pada dunia yang dipenuhi dengan
hubungan-hubungan dan arti-arti yang membahagiakan. Apabila suasana hati
tiba-tiba berubah dari harapan mejadi keputusasaan, maka kecerahan dunia
meredup dan keterbukaannya menyusut.
4.
Dinamika
Kepribadian
Psikologi eksistensial menolak konsep
mengenai kausalitas, yaitu dualisme antara jiwa dan badan, serta pemisahan
individu dari lingkungannya. Psikologi eksistensial mengkonsepsikan tingkah
laku sebagai kebebasan yang dimiliki oleh tiap individu untuk memilih, dan
hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Bukan sebagai
makhluk yang terdiri dari insting- insting, kebutuhan- kebutuhan, maupun
dorongan- dorongan fisiologis semata. Apapun yang dilakukan oleh manusia
merupakan pilihannya sendiri dengan segala konsekuensinya.
5.
Relevansi
Teori
Psikologi Eksistensial berkembang di
Eropa, dan berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik sejumlah psikolog serta
telah menjadi salah satu sumber utama dalam melahirkan sebuah pandangan dan
teknik baru, khususnya pada bidang konseling dan psikoterapi. Pengalaman-
pengalaman yang ditekankan dalam teori ini membantu orang- orang secara
intensif untuk mendorong pengembangan konsep- konsep yang luas tentang manusia
dalam lingkungan traupetik.
Namun meski begitu, banyak kritik yang
ditujukan bagi para penganut psikologi eksistensial ini, karena penerapannya
yang kurang relevan dan dianggap menyelipkan konsep- konsep agama dalam
penerapannya. Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh
kalangan psikologi “ilmiah” yaitu kebebasan individu untuk menjadi sesuai
dengan apa keiinginannya. Kerena jika manusia benar- benar bebas menentukan
eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control menjadi mustahil dan nilai
eksperimen menjadi terbatas. Konsep ini akan meruntuhkan validalitas psikologi
yang berpangkal pada konsep mengenai tingkah laku yang sangat deterministic.
Daftar
Pustaka
Abidin,
Zainal. 2007. Analisis Eksistensial.
Jakarta: PT. Grasindo Persada
Boeree,
C. George. 2007. Personality Theories. Jogjakarta:
PRISMASOPHIE
Hall,
Calvin S. , Gardner Lindzey, dkk. Teori-Teori
Holistik (Organismik- Fenomenologis). 1993. Yogyakarta : Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar