Senin, 26 Oktober 2015

Eksistensial Ludwig Binswanger

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Eksistensial Ludwig Binswanger

1.        Biografi Tokoh
Ludwig Binswanger lahir pada tanggal 13 April 1881, di Kreuzlingen, Swiss. Ludwig lahir ditengah keluarga yang memiliki tradisi kedokteran dan psikatri yang kuat. Kakeknya adalah pendiri Belleuve Sanatorium di Kreuzlingen tahun 1857, dan ayahnya, Roberto adalah direktur Sanatorium tersebut. Pamannya, Otto adalah penemu penyakit yang mirip Alzheimer yang kemudian dikenal dengan penyakit Binswanger.
Ludwig Binswanger meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich pada tahun 1907. Dibawah bimbimngan Carl Jung, Ludwig belajar darinya dan menjadi asisten Jung dalam Freudian Society. Jung mengenalkan Binswanger dengan Freud pada tahun 1907. Pada tahun 1911, Binswanger diangkat sebagai direktur medis Belleuve Sanatorium. Binswanger kemudian jatuh sakit pada tahun berikutnya dan mendapatkan kunjungan dari Freud. Persahabatan mereka berjalan hingga Freud wafat tahun 1939, walaupun mereka memiliki banyak perbedaan mendasar dalam teori- teori yang mereka kemukakan.
Awal tahun 1920-an Binswanger sangat tertarik dengan pemikiran Edmund Husserl, Martin Heidegger, dan Martin Buber. Inilah yang membuat Binswanger lebih tertarik pada perspektif eksistensial daripada perspektif Freudian. Pada awal tahun 1920- an itu pula, Binswanger menjadi salah seorang pelopor pertama dalam menerapkan fenomenologi pada psikiatri. Pada tahun 1943, Binswanger menerbitkan buku utamanya yang berjudul Grundformen und Erkenntnis menschlichenDaseins dan pada tahun 1963 menerbitkan bukunya yang terakhir yaitu being-in-the-world: selected papers of Ludwig Binswanger. Tahun 1956, Binswanger berhenti menjadi direktur Sanatorium setelah menduduki posisi  tersebut selama 45 tahun. Namun, dia terus melakukan studi dan menulis sampai meninggla pada tahun 1966.

2.        Pokok-pokok Teori
Pokok teori Ludwig Binswanger yaitu mengenai psikologi eksistensial, yang berfokus pada hal analisis eksistensial. Menurut Binswanger, analisis eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkapkan eksistensi manusia pada taraf empiris. Sebelum Binswanger, seorang filsuf Jerman Heidegger juga telah menggunakan istilah analisis eksistensial namun bukan untuk mengacu pada metode atau pendekatan empiris, melainkan filosofis.
Meski demikian, analisis eksistensial sangat berbeda dengan metode ilmiah yang pada umumnya bercorak kuantitatif, atau yang lebih menekankan pada perhitungan statistic dan pendekatan medis. Berdasarkan pada ciri-cirinya, pendekatan eksistensial lebih tepat disebut pendekatan kualitatif. Disebut pendekatan kualitatif karena bukan hanya tidak menggunakan pengukuran dan perhitungan statistik (kuantitatif), tetapi karena penekanannya pada pendekatan yang bersifat intersubjektif.
Ada beberapa dasar teori yang dikemukakan oleh Ludwig Binswanger, yaitu :
·       Fenomenologi
Fenomenologi merupakan studi mendalam dan menyeluruh tentang fenomena, yang dicetuskanoleh Edmund Husserl. Fenomena sendiri adalah seluruh isi kesadaran, yaitu benda-benda, kausalitas, hubungan, peristiwa, hasil pemikiran, fantasi, citraan, kenangan, perasaan-perasaandan lain sebagainya. Fenomenologi berupaya untuk membiarkan pengalaman- pengalaman tersebut muncul dalam kesadaran sehingga dapat didiskripsikan tanpa ada bias. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman- pengalaman, dan menerimanya.
Kaum fenomenologis menolak psikologi eksperimental dan B. F Skinner yang menganggap kesadaran tidak ada sama sekali. Kaum fenomenologis berpendapat bahwa manusia tidak pernah bisa keluar dari subjektivitas, karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari objektivitas itu sendiri. Artinya, pengalaman yang terjadi tidak hanya merupakan sebuah objektivitas yang menyangkut hal- hal materil, namun juga merupakan hal yang bersifat subjektif yang merupakan kesadaran akan dirinya yang memiliki pengalaman tersebut.
Fenomenologi juga merupakan pendekatan interpersonal, yang menggunakan sekelompok peneliti untuk menggabungkan perspektif sehingga terbentuk pemahaman yang lebih menyeluruh tentang fenomena yang disebut intersubjektivitas.
·       Eksistensi
Sartre mengatakan “eksistensi kita mendahului esensi kita” ,esensi manusia adalah kebebasan manusia. Manusia memiliki pilihan mengenai bagaimana menjalani hidup dan membentuk serta menentukan siapa diri kita. Manusia masing-masing memiliki “modal” yang beranekaragam, namun memiliki kesamaan tugas untuk membentuk diri sendiri.
·       Dasein
Dasein adalah istilah yang banyak digunakan oleh kalangan eksistensialis dalam mengartikan eksistensi manusia. Sebutan lain untuk dasein yaitu diartikan sebagai keterbukaan (openness) oleh Heidegger. Sedangkan Sartre mengartikan Dasein sebagai ketiadaan (nothingness). Unsur utama dalam dasein menurut Heidegger yaitu kepedulian (sorge).
·       Keterlemparan (throwness)
Keterlemparan yang dimaksud yaitu kita ada di alam semesta ini bukan karena keinginan kita sendiri. Kita seperti sudah ter- setting secara sosial. Ketika kita membiarkan diri kita menjadi budak masyarakat, disitulah kita mengalamike- terjatuhan (fallness). Binswanger mengikuti filosof Martin Buber, menambahkan satu catatan yang lebih positif dalam ide ke-terjatuh-an ini. Jika dasein adalah keterbukaan maka manusia harus saling terbuka satu sama lain, kita tidak bisa menutup diri sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian eksistensialis. Binswanger melihat potensi ini sebagai bagian intrinsic dari dasein.

·       Kecemasan (Anxiety)
Eksistensialisme terkenal karena keyakinannya bahwa hidup itu sulit. Dunia fisik mampu member kesengsaraan sebagaimana juga bisa menawari kita kesenangan, dunia social bisa mengiring kita pada kekecewaan. Kecemasan bukanlah gangguan semestara yang bisa dihilangkan oleh nasihat ataupun terapis. Dia adalah bagian dari hakikat anda sebagai manusia.
·       Rasa bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah kekecewaan terhadap suatu yang telah kita lakukan atau yang belum sempat kita lakukan yang membuat orang lain sengsara. Disaat kita hanya memilih jalan selamat tanpa berkeinginan atau berusaha untuk mewujudkan disanalah rasa sesal yang mendalam muncul.
·       Kematian (Death)
Saat menyadari bahwa betapa cepat kematian maka kita jadi tahu bahwa waktu yang terbuang tidak akan pernah kembali lagi.
·       Keontetikan (Autotenticity)
Jalan hidup yang baik disebut jalan hidup yang otentik yang mengerti bahwa kita sadar akan diri kita sendiri. Artinya kita hidup dengan keterlibatan, kasih sayang dan komitmen.
·       Ketidak ontetikan (Inautotenticity)
Orang yang hidup tidak otentik lagi telah menukar keterbukaan dengan ketertutupan, kedinamisan dengan statis, kemungkinan dengan aktualitas. Maka orang yang jalan hidupnya tidak otentik bukan lagi menjadi namun apa adanya

3.        Struktur Eksistensial
1.        Ada-di-Dunia (Dasein)
Ada-di-Dunia merupakan eksistensi manusia yang didasarkan pada seluruh struktur eksistensi manusia yang bukan milik atau sifat seseorang, bukan bagian dari ada manusia seperti ego pada Freud atau anima pada Jung. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi meliputi tiga wilayah: (1) lingkungan biologis atau fisik (Umwelt), (2) lingkungan manusia (Mitwelt), (3) sang manusia sendiri termasuk badannya (Eiqenwelt).
2.        Ada-melampaui-dunia (Kemungkinan-kemungkinan dalam Manusia)
Analisis eksistensial memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, dan ingin melampaui dunia (Binswanger). Binswanger tidak mengartikan dunia lain (surga) melainkan ia mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkinan yang penuh dari ekstensinya, atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang lain atau oleh lingkungan, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak autentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
3.        Dasar Eksistensi
Salah satu batas kebebasan manusia adalah dasar eksistensi ke mana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang autentik. Apabila orang lahir sebagai seorang wanita, maka dasar eksistensinya tidak akan sama dengan dasar eksistensi seorang laki-laki.
4.        Rancangan-Dunia
Rancangan-dunia adalah istilah yang digunakan Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada-di-dunia seorang individu. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simtom macam mana yang akan dikembangkannya. Rancangan-dunia tertanam atau membekas pada segala sesuatu yang dilakukan individu. Batas-batas dari rancangan tersebut mungkin sempit dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.
5.        Cara-cara Ada-di Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada-di-dunia. Setiap cara merupakan Dasein yang memahami, menginterpretasikan , dan mengungkapkan dirinya, misalnya berbicara tentang cara dwirangkap yang dicapai oleh dua insan yang saling jatuh cinta. “Saya” dan “Kamu” menjadi “Kita”. Inilah cara autentik untuk menjadi manusia. Satu cara jamak digambarkan oleh Binswanger sebagai dunia hubungan-hubungan formal, kompetisi, dan perjuangan. Seorang individu yang hidup untuk dirinya sendiri telah memilih suatu cara tunggal dalam eksistensi, sedangkan orang yang menjadikan dirinya tenggelam di tengah orang banyak telah memilih cara anonimitas. Biasanya, orang tidak hanya memiliki satu cara eksistensi, tetapi banyak.
6.        Eksistensial
Eksistensial merupakan sifat-sifat yang melekat dalam setiap eksistensi manusia. Sifat-sifat tersebut diantaranya yaitu:
a.         Spasialitas Eksistensi
Spasialitas tidak sama dengan ruang fisik (physical space). Keterbukaan dan kejelasan merupakan sifat spasialitas yang sejati dalam dunia manusia. Contohnya, saya lebih terbuka kepada karyawan saya yang jauh lebih jelas daripada tetangga saya.
b.        Temporalitas Eksistensi
Temporalitas bukan waktu dan juga bukan serangkaian titik sekarang yang tanpa akhir seperti dalam fisika. Waktu digunakan atau dihabiskan sebagaimana yang dikehendaki orang. Waktu pada manusia juga bersifat dapat didatakan. Kita menggunakan kata-kata, seperti “sekarang”, “dahulu”, dan “kapan” untuk menunjukkan waktu sekarang, waktu lampau, dan waktu yang akan datang.
c.         Badan
Badan didefinisikan sebagai ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia. Badan tidak terbatas pada apa yang ada dalam kulit tetapi meluas sepanjang hubungan individu dengan dunia.
d.        Eksistensi Manusia di Dunia sebagai Milik Bersama
Psikologi eksistensial kadan-kadang dituduh bersifat solipsistik, yakni memandang setiap individu hidup tertutup dalam dunia pribadinya sendiri tidak tahu-menahu tentang dunia tempat orang lain hidup. Eksistensi manusia tidak pernah bersifat pribadi, kecuali dalam kondisi patologis tertentu. Eksistensi manusia selalu merupakan berbagai dunia satu sama lain.
e.         Suasana Hati atau Penyesuaian (Attunement)
Suasana hati Merupakan suatu eksistensial yang sangat penting karena menjelaskan mengapa keterbukaan kita pada dunia mengembang dan menyusut, dan mengapa keterbukaan kita itu menjelaskan gejala-gejala yang berbeda dari waktu ke waktu. Apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati orang itu pada saat itu. Apabila seseorang cemas, maka Doseinnyya akan diarahkan pada ancaman-ancaman dan bahaya-bahaya..Apabila seseorang gembira, maka eksistensinya akan diarahkan pada dunia yang dipenuhi dengan hubungan-hubungan dan arti-arti yang membahagiakan. Apabila suasana hati tiba-tiba berubah dari harapan mejadi keputusasaan, maka kecerahan dunia meredup dan keterbukaannya menyusut.

4.        Dinamika Kepribadian
Psikologi eksistensial menolak konsep mengenai kausalitas, yaitu dualisme antara jiwa dan badan, serta pemisahan individu dari lingkungannya. Psikologi eksistensial mengkonsepsikan tingkah laku sebagai kebebasan yang dimiliki oleh tiap individu untuk memilih, dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Bukan sebagai makhluk yang terdiri dari insting- insting, kebutuhan- kebutuhan, maupun dorongan- dorongan fisiologis semata. Apapun yang dilakukan oleh manusia merupakan pilihannya sendiri dengan segala konsekuensinya.

5.        Relevansi Teori
Psikologi Eksistensial berkembang di Eropa, dan berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik sejumlah psikolog serta telah menjadi salah satu sumber utama dalam melahirkan sebuah pandangan dan teknik baru, khususnya pada bidang konseling dan psikoterapi. Pengalaman- pengalaman yang ditekankan dalam teori ini membantu orang- orang secara intensif untuk mendorong pengembangan konsep- konsep yang luas tentang manusia dalam lingkungan traupetik.
Namun meski begitu, banyak kritik yang ditujukan bagi para penganut psikologi eksistensial ini, karena penerapannya yang kurang relevan dan dianggap menyelipkan konsep- konsep agama dalam penerapannya. Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” yaitu kebebasan individu untuk menjadi sesuai dengan apa keiinginannya. Kerena jika manusia benar- benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi terbatas. Konsep ini akan meruntuhkan validalitas psikologi yang berpangkal pada konsep mengenai tingkah laku yang sangat deterministic.

Daftar Pustaka

Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Grasindo Persada
Boeree, C. George. 2007. Personality Theories. Jogjakarta: PRISMASOPHIE
Hall, Calvin S. , Gardner Lindzey, dkk. Teori-Teori Holistik (Organismik- Fenomenologis). 1993. Yogyakarta : Kanisius.













0 komentar:

Posting Komentar