Senin, 26 Oktober 2015

TEORI NEOFREUDIAN

ERIK ERIKSON
TEORI NEOFREUDIAN

A.    Biografi Erik Erikson

Erik Homberger atau Erik Homberger Erikson lahir di Frankfurt, Jerman pada tanggal 15 juni 1902. Dia dibesarkan oleh ibunya, yang beragama yahudi dan keturunan Denmark, dan ayah tirinya, seorang anak dokter yang beragama yahudi. Erikson percaya bahwa ayah tirinya tersebut adalah ayah kandungnya dan ayah tirinya yang memberinya nama belakang, Homberger. Ayah kandung Erikson meninggalkan ibunya sebelum dia lahir. Rambut pirang Erik dan mata birunya membuatnya merasa berbeda dikeluarganya. Disekolah ia dianggap yahudi oleh teman-temannya, sedangkan di sinagoga ia dianggap gay atau bukan yahudi. Tidak mengeharankan, Erik merasa dirinya tidak diterima dimanapun.
Ayah tiri Erikson yang seorang dokter mengharapkan Erik saat tumbuh dewasa nanti mengikuti jejaknya untuk menjadi dokter. Akan tetapi, Erik menentukan langkah hidupnya sendiri agar dapat berbeda. Ia memasuki sekolah seni dan menjadi seorang penyair keliling, namun ia belum merasakan kebahagiaan sepenuhnya. Atas saran dari temannya Peter BLos, Erikson mengajarkan seni kepada anak-anak rombongan Freud di Wina. Salah satu pendiri sekolah tersebut adalah Anna Freud, yang sekaligus menjadi atasan Erikson dan juga sebagai psikoanalisisnya..
Selama di Wina, Erikson bertemu dengan Joan serson yang akhirnya dengan seizin anna Freud keduanya melangsungkan pernikahan. Istri Freud adalah seorang penari, seniman dan guru kelahiran kanada yang tumbuh juga dibawah naungan psikoanaisis. Pada tahun 1933, dia dan istrinya meninggalkan Jerman, dia pergi ke Denmark sebentar, kerumah orang tuanya dan kemudian pergi ke amerika serikat. Untuk menandai perubahan identitas pada dirinya, dia mengambil nama Erikson untuk nama belakangnya.
Walaupun ia tidak memiliki gelar sarjana, Erikson menjadi analis anak dan mengajar di Harvard. Di Harvard ia bergabung dengan Harvard Psychological clinis dibawah naungan Henry Muray. Erikson juga berafiliasi, di berbagai karirnya, dengan lembaga hubungan manusia di Yale, studi bimbingan dalam lembaga perkembangan manusia universitas California di Berkeley. Disamping ia belajar klinik dan perkembangan, perkumpulan antropolog mengizinkannya untuk mengamati perkembangan dua budaya indian di amerika, suku siox di pine ridge, Dakota selatan, dan suku yurox, kalifornia utara.
Pada tahun 1949, para petinggi universitas caifornia menuntut anggota fakultas untuk menandatangani sumpah yang menjamin kesetiaan pada Amerika serikat.Erikson dan beberapa orang lainnya menolak untuk menandatanganinya, sehingga menyebabkan Erikson di keluarkan dari universitas kalifornia sebagai professor psikologi sekaligus dosen psikiatri. Setelah dikeluarkan, akhirnya ia pindah ke Massachusetts dimana ia bekerja sebagai terapis di Austen riggs, pusat penanganan untuk pelatihan psikoanalisis dan penelitian yang berlokasi di stockbridge. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard dan selama sepuluh tahun berikutnya ia menjabat sebagai professor perkembangan manusia. Erikson meninggal di usia 91 tahun pada tanggal 12 mei 1994.
Meskipun Erikson tidak memiliki gelar lebih tinggi dalam bentuk apapun kecuali sertifikat pendidikan Montessori, kontribusi Erikson membuat psikologi mengubah pemahaman kita tentang perkembangan manusia dan hubungan antara individu dengan masyarakat. Kontribusi Erikson yang paling penting adalah model perkembangan kepribadian yang menyeluruh di sepanjang rentang kehidupan manusia.
B.     Konsep atau pokok-pokok teori
Sebagai seorang Post-Freudian, Erik H. Erikson menguraikan dan memperluas struktur Psikoanalisis yang dibangun oleh Freud serta merumuskan kembali prinsip-prinsipnya guna memahami dunia modern. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Teori Erikson yang terbentuk secara baik sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal pertumbuhan egonya. Pusat dari teori mengenai perkembangan ego tersebut ialah sebuah asumsi mengenai perkembangan setiap manusia merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic.
C.    Struktur Kepribadian
Ego kreatif
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada psikoanalisis Freud yaitu kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetisi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut juga dengan ego kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemui hambatan atau konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego adalah pengatur id, superego dan dunia luar. Ego yang sempurna digambarkan Erikson  memiliki tiga dimensi yaitu:
a.       Faktualitas yaitu kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat di verifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
b.      Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan prinsip realita dari Freud.
c.       Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realita kekinian, terus mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan, menjadi lebih efektif, prospektif, dan progresif.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tidak sadar, mengorganisir, dan mensintesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni body ego, ego ideal dan ego identity. Ketiga aspek itu berkembang sangat cepat pada dewasa, namun pada umumnya perubahan ketiga elemen tersebut terjadi pada semua tahap kehidupan.
1.      Body ego: mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri.
2.      Ego ideal: gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal.
3.      Ego identity: gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.
Ego Otonomi Fungsional
Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang  sebagai pengembangan dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetic. Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesist, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial.
Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak  membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Menurutnya, situasi memberi makan merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi biologis, tetapi konsekuensi dari pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi bayi tentang dunia luar. Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk berinteraksi dalam bentuk kepercayaan dasar yaitu dengan memandang ibunya atau orang disekitarnya, karena itu memberikan rasa aman. Sebaliknya tanpa basic trust bayi akan merasakan cemas.
Kepercayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri bebas dari dorongan drives dari mana ia berasal. Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kematangan ego yang sehat, alih-alih konflik salah suai yang neuritik.
2.      Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan epigenetic kepribadian.
3.      Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif  berasal dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari id, membangun system kerja sendiri yang terlepas dari system kerja id.
4.      Erikson mengnggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
Pengaruh masyarakat
Penekanan Erikson terhadap faktor-faktor sosial dah historis berkebalikan dengan sudut pandang freud yang kebanyakan bersifat biologis. Bagi erikson saat manusia lahir, ego hanya hadir sebagai potensi namun, untuk menjadi actual harus hadir dalam lingkungan kultural. Masyarakat yang berbeda-beda dengan pola pengasuhan anak yang berbeda cenderung membentuk kepribadian yang cocok dengan kebutuhan dan nilai budaya mereka sendiri.
Contohnya, Erikson (1963) menemukan bahwa pengasuhan yang lama dan permisif dari suku Sioux menghasilkan sesuatu yang setara yang disebut freud kepribadian “oral”  yaitu manusia yang mencapai kesenangan pada fungsi mulut. Kenapa dikatakan mengahsilakn kepribadian “oral” karena masyarakat suku Sioux memberikan ASI kepada anak mereka secara berlebihan. Disamping suku Sioux erikson juga meneliti suku Yurok yang menetapkan regulasi yang ketat terhadap pengeliminasian urin dan feses, praktik yang cenderung berkembang kepada kepribadian “anal”. Di masyarakat Amerika-Eropa, oralitas dan analitas sering kali di anggap sebagai karakter yang tidak diinginkan. Walaupun begitu, Erikson (1963), berpendapat bahwa oralitas di suku Sioux dan analitas disuku Yurox memiliki ciri adaptif yang membantu individu sekaligus budaya mereka.
Salah satu kontribusi utama Erikson bagi teori kepribadian adalah perluasan tahap-tahap awal perkembangan Freudian sampai meliputi usia sekolah, masa muda, masa dewasa, dan masa tua.
D.    Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian terjadi berdasar prinsip epigenetic. Yaitu, satu bagian komponen yang tumbuh dari komponen lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri, namun tidak mengubah komponen waktu sebelumnya. Didalam tiap tahap kehidupan terdapat interaksi yang berlawanan yaitu konflik antara elemen sintonik (harmonis) dan elemen distonik (mengacaukan). Ditiap tahapan, konflik antara elemen sintonik dan distonik menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego yang Erikson sebut sebagai kekuatan dasar. Terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahapan mengakibatkan patologi inti. Walaupun Erikson menyebut delapan tahapannya sebagai psikososial namun ia tidak mengesampingkan aspek biologis dalam perkembangan manusia. Identitas ego dibentuk oleh keanekaragaman konflik dan kejadian masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Perkembangan saat masa remaja ditandai oleh krisis identitas yang erikson sebagai titik balik. Krisis identitas bukan suatu mala petakan melainkan kesempatan untuk penyesuaian adaptif maupun nonadaptif.
a.       Masa Bayi
Tahapan pertama psikososial adalah masa bayi. Menurut Erikson masa bayi adalah masa pembentukan, dimana bayi menerima bukan hanya dari mulut saja, namun juga melalui indra lainnya. Masa bayi ditandai dengan aspek psikososial, krisis psikososial, kekuatan dasar dan ritualisasi-ritualisme.
Aspek psikososial: sensori oral
Tahapan sensori oral ditandai oleh dua gaya pembentukan-memperoleh dan menerima apa yang diberikan. Memperoleh, bayi dapat memperoleh sesuatu tanpa kehadiran orang lain, misalnya udara yang dapat membuat mereka bernafas. Menerima, memperoleh sesuatu melalui konteks sosial. Pelatihan awal dalam hubungan interpersonal ini membantu mereka untuk belajar menjadi pemberi nantinya. Untuk membuat orang lain memberi, mereka harus belajar mempercayai atau tidak memercayai orang lain. Hal inilah yang membangun krisis psikososial dimasa kanak-kanak yaitu rasa percaya dasar vs rasa tidak percaya dasar.
            Rasa  percaya dasar vs rasa tidak percaya dasar
            Hubungan intra personal yang terjadi pada bayi adalah hubungan dengan pengasuh utam mereka yaitu ibu. Apabila pola bayi menerima cocok dengan cara kulturnya menerima sesuatu, maka bayi akan belajar rasa percaya dasar. Sebaliknya, apabila mereka menemukan ketidakcocokan antara kebutuhan sensori oral maka mereka akan belajar rasa tidak percaya dasar. Rasa percaya dasar bersifat sintonik dan rasa tidak percaya dasar bersifat distonik. Akan tetapi bayi harus belajar keduanya, karena jika ia terlalu percaya ia akan mudah ditipu dan rapuh terhadap keanehan dunia. Sedangkan sedikit kepercayaan akan membuat  frustasi, amarah, sikap sinis atau depresi bahkan permusuhan. Menurut erikson rasio rasa percaya dan rasa tidak percaya merupakan hal kritis bagi kemampuan manusia untuk beradaptasi.
            Harapan: kekuatan dasar masa bayi
            Harapan muncul dari konflik antara rasa percaya dan rasa tidak percaya. Tanpa adanya hubungan bertentangan antara keduanya maka manusia tidak dapat mengembangkan harapan. Dengan memiliki pengalaman yang menyakitkan dan menyenangkan, bayi belajar berharap bahwa gangguan di masa depan akan diakhiri oleh hasil yang memuaskan. Apabila bayi tidak mengembangkan harapan yang cukup pada masa ini, maka mereka akan mengalami penarikan diri atau patologi inti dimasa bayi. Jika ini terus berlanjut maka mereka akan menarik diri dari dunia luar dan memulai perjalanan menuju gangguan psikologis yang serius.
            Ritualisasi-ritualisme: Keramat vs pemujaan
Bayi menganggap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Pola interaksi numinous membuat bayi sangat menghargai ibunya. Numinous akan menjadi dasar bagaimana orang berintraksi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Ibu yang tidak menghendaki anaknya, akan menjadikan anaknya tersebut terasing, dan merasa terbuang. Interaksi intrapersonal akan menjadi pemujaan (idolism). Ada dua sisi idolsm karena penolakan ibu: membuat anak memuja dirinya sendiri dan membuat anak memuja orang lain. Keduanya akan berakibat orang tidak pernah berhenti untuk mencari pola interaksi yang sempurna, dengan memaksa orang lain untuk mengidolakannya, atau memuja orang lain yang diidolakannya.
b.      Kanak-kanak Awal
Menurut erikson, anak-anak mendapat kesenangan bukan hanya karena menguasai otot sirkular yang dapat berkontraksi, namun juga menguasai fungsi tubuh lainnya. Masa kanak-kanak awal merupakan masa dimana kanak-kanak mengalami ragu dan malu karena merka belajar bahwa banyak usaha mereka akan otonomi tidak berakhir dengan sukses.
Aspek psikoseksual: otot anal-uretral  
Selama tahun kedua dalam kehidupan, penyesuaian psikoseksual anak adalah otot anal-uretral. Anak belajar untuk mengendaliakn tubuh mereka yang berkaitan dengan kebersihan dan pergerakan. Menurut erikson disamping toilet training juga masa belajar berjalan, lari, memeluk orang tuanya dan memegang mainan atau objek lainnya.aktivitas tahap ini mengandung kontradiksi, antara menahan kotoran atau melakukan defekasi secara sengaja, memluk ibunya atau menjauhinya, memegang objek dengan erat atau membuangnya secara kasar. Pada tahap ini anak belajar untuk menjadi keras kepala atau lembut, menjadi impulsive atau kompulsif, menjadi senang bekerja sama atau benci.
            Otonomi vs malu dan ragu
Otonomi tumbuh dari rasa percaya dasar, dan bila rasa percaya dasar telah dicapai pada masa bayi, maka anak-anak belajar untuk memiliki keyakinan terhadap diri mereka sendiri. Rasa malu adalah perasaan sadar diri bahwa ia di pandangi dan dipertontonkan. Rasa ragu adalah perasaan tidak pasti, perasaan bahwa sesuatu tetap disembunyikan dan tidak bisa terlihat. Rasa malu dan rasa ragu adalah elemen distonik, dan keduanya tumbuh dari rasa tidak percaya dasar yang dicapai ketika bayi.
            Kemauan: dasar kekuatan masa kanak-kanak awal
Hasil mengatasi krisis otonomi vs malu dan ragu adalah kekuatan dasar kemauan. Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan, yang menjadi dasar dari wujud virtue kemauan dalam egonya. Dasar-dasar kemauan dapat muncul hanya kalau anak diizinkan mngontrol sendiri otot-ototnya ( otot anal, otot uretral). Jika budaya terlalu menanamkan malu-ragu, dan menghambat otonomi, anak menjadi kurang berhasil dalam mengembangkan kekuatan dasar yang kedua ini.  
Ritualisasi-ritualisme: bijaksana vs legaisme
Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana. Bijaksana memperoleh kepuasan dari interaksi yang moralistic. Penymipangan terjadi, apabila kepuasan diperoleh dari penerapan peraturan bukan dari interaksi yang terbangun, disebut legalisme. Interaksi atas dasar legalisme hanya akan menimbulkan kasta-kasta dalam masyarakat.
c.       Usia Bermain
Aspek psikoseksual: lokomotor-genital
erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase psikoseksual lokomotor-genital, namun odipus itu diberi maknayang berbeda. Menurutnya, situasi odipus  adalah propotip  dari kekuatan yang abadi dari kebahagiaan manusia. Odipus complex adalah drama yang dimainkan dalam imajinasi anak, yang bertujuan untuk memahami berbagai konsep dasar seperti berbagai konsep dasar seperti reproduksi, pertumbuhan, masa depan dan kematian. Odipus tidak selalu sama. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk bergerak.
Inisiatif vs rasa bersalah
Konflik antara rasa bersalah dan inisiatif menjadi krisis psikososial utama diusia bermain. Rasio antara keduanya harus lebih condong ke elemen sintonik-inisiatif. Akan tetapi, inisiatif yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kekacauan dan kurangnya prinsip moral. Apabila rasa bersalah dominan, anak bis bermoral terpaksa atau terlalu terkekang. Kekangan yang merupakan antipasti merupakan patologi inti usia bermain.
Tujuan: kekuatan dasar usia bermain
Konflik antara inisiatif vs rasa bersalah menghasilkan kekuatan dasar tujuan. Anak-anak sekarang bermain dengan tujuan. Tujuan untuk menang atau mencapai puncak. Usia bermain juga merupakan tahapan dimana anak-anak mengembangkan hati nurani dan mulai menempelkan label benar atau salah pada tingkah laku. Hati nurani dimasa muda ini menjadi “landasan akan moralitas”.
Ritualisasi-ritualisme dramatic vs impersonasi
Anak-anak berinteraksi dengan memakai fantasinya disebut dramatic. Dramatic mendorong orang untuk berinteraksi sesuai dengan peran yang diharapkan dimasyarakat, tanpa menimbulkan perasaan berdosa dalam dirinya. Kalau permainan peran menjadi kompulsi, orang tidak menjadi dirinya sendiri tetapi hanya memainkan peran sesuai dengan fantasinya, akan timbul interaksi yang menyimpang disebut impersonasi.
d.      Usia Sekolah
Pada usia ini anak usia sekolah memiliki keinginan untuk mengetahui sesuatu menjadi lebih kuat dan terikat dengan usaha dasar kompetensi.
Aspek psikoseksual: latensi
Latensi seksual penting karena anak-anak mengalihkan energy mereka untuk mempelajari teknologi kultur mereka dan strategi akan interaksi sosial mereka.ketika anak-anak bermain dan bekerja mereka mulai membentuk gambaran diri mereka sebagai orang kompeten dan tidak kompeten. Gambaran diri adalah asal dari ego identitas-rasa “saya” atau “kesayaan” yang berkembang hamper secara utuh selama remaja.
Industry vs rasa rendah diri
Industry , kualitas sintonik yang berarti kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan yang baik untuk mencapai sasaran. Apabila pekerjaan tidak cukup untuk mencapai sasaran maka akan memperoleh rasa rendah diri-elemen distonikdalam usia sekolah. Rasio rendah diri dan industry harus condong ke industry. Namun, rasa rendah diri tidak perlu dihidari karena sebagai pendorong untuk melakukan yang terbaik. Rasa rendah diri yang berlebihan dapat menghambat kompetensi seseorang.
Kompetensi: kekuatan dasar usia sekolah
Dari konflik antara industry vs rasa rendah diri, anak usia sekolah mengembangkan kekuatan dasar kompetensi  yaitu rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuan fisik dan kognitif dalam meneyelesaikan masalah. Kompetensi memberikan landasan untuk “ partisipasi kooperatif dalam kehidupan dewasa yang produktif”. Apabila pertentangan antara industry vs rasa rendah diri tidak condong kesalah satu maka akan menyebabkan anak akan menyerah dan mundur ketahap sebelumnya. Hal ini disebut dengan inersia.
Ritualisasi-ritualisme: formal vs formalism
Formal adalah interaksi yang mementingkan cara yang tepat untuk memperoleh hasil yang maksimal. Model ini akan membantu anak-anak mengerjakan dengan metode yang standart yang dapat digunakan bekal saat masuk dunia kerja. lawan dari formal adalah formalism yaitu orang sangat mementingkan metode-pekerjaan itu harus benar tidak penting bagaimana hasilnya. Dalam dunia kerja hal ini terlalu mengekang karyawan.
e.       Remaja
Pubertas
Pubertas adalah kematangan genital yang memainkan peranan cukup kecil dalam peranan remaja Erikson. Pubertas penting secara psikologis karena memicu pengharapan akan peran seksual dimasa mendatang-dapat dipenuhi dengan perjuanganuntuk   mencapai ego identitas.
Identitas vs kebingungan identitas
Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada masa remaja, ketiak remaja berjung mencari tau siapa dirinya. Identitas dapatnegatif dan dapat positif. Identitas positif: mereka akan menjadi apa yang mereka harapkan. Identitas negative: apa yang mereka tidak inginkan untuk menjadi apa yang mereka tidak percayai. Sperti elemen distonik lainnya, pa tingkat tertentu kekacauan identitas itu diperlukan. Remaja harus mengalami kekecauan identitas sebelum mereka menemukan identitas dirinya yang stabil. Jika terlalu banyak mengalami kekacauan identitas berakibat patologis dalam bentuk regresi keperkembangan lalu. Apabila condong ke identitas maka akan mampu menetapkan siapa dirinya dan mudah dalam pengambilan keputusan.
Kesetiaan: kekuatan dasar remaja
Rasa percaya yang dipelajari saat bayi adalah dasar dari kesetiaan. Tiap-tiap kekuatan dasar pada tahapan perkembangan sangat dibutuhkan untuk mencapai kekuatan ego yang cukup. Pasangan patologisnya adalah penyangkalan peran yang dapat berupa kurangnya percaya diri.
Ritualisasi-ritualismite: ediologi vs totalisme
Ritualisasi ediologi adalah gabungan dari ritualisasi tahap sebelumnya. Ritualisasi ediologi menjadi awal dari kesiapan untuk mengadopsi etika masyarakat, memilih gaya hidup yang sesuai dengan diri kita, dll. Pilihan ediologi  yang sempit dan tertutp dalah totalisme. Totalisme adalah mendewakan keyakinan dirinya sendiri.
f.       Dewasa awal
Pada masa remaja orang harus memperoleh pemahaman yang mantap tentang diri mereka sendiri, untuk dapat menyatukan identitas diri mereka dengan identitas orang lain, tugas yang harus dikerjakan pada tahap dewasa awal. Tahap dewasa awal waktunya relative tidak dibatasi. Tahap ini ditandai dengan perolehan keintiman pada awal periode dan ditandai perkembangan berketurunan pada akhir periode.
Genitalitas
aktivitas seksual selama tahap remaja adalah ekspresi pencarian identitas yang biasanya dipuaskan sendiri. Genitalitas sebenarmya baru dikembangkan pada tahap dewasa awal, ditandai dengan saling percaya dan berbagi kepuasan seksual secara permanen dengan orang yang dicintai.
Keintiman vs Keterasingan
Keintiman adalah kemampuan untuk meleburkan identitas seseorang dengan ornag lain tanpa takut akan kehilangan identitasnya. Oleh karena itu keintiman hanya dapat dicapai ketika seseorang sudah membentuk ego yang stabil. Lawan dari keintiman adalah keterasingan yaitu ketidakmampuan untuk mengambil kesempatan dengan identitas seseorang dengan berbagi keintiman sejati keterasingan terkadang dibutuhkan sebelum seseorang memperoleh cinta yang matang. Keintiman yang berlebihan dapat menghilangkan rasa ego identitas seseorang, yang mengakibatkan kemunduran psikososial dan ketidakmampuan menghadapi tahap selanjutnya.  Bahaya yang lebih besar adalah keterasingan yang berlebih, keintiman yang kecil dan kekurangan  kekuatan dasar cinta.
            Cinta: kekuatan dasar dewasa muda
Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak perbedaan antar pria dan wanita. Cinta disamping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing individu tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Kekuatan dasar inilah yang membuat orang dewasa muda bisa berkembang produktif pada dua tahap perkembangan yang terakakhir. Kebalikan dari cinta ialah kesendirian, sumber patologi dewasa awal. Kesendirian sedikit dibutuhkan dalam intimasi yakni bahwa orang harus bisa menolak orang tertentu atau menolak ide-ide untuk mengembangkan identitas yang kuat. Kesendirian menjadi patoogis kalau kekuatannya sampai menghalangi kemampuan kerja sama atau kompromi yang menjadi syarat mutlak untuk adanya intimasi dan cinta.
            Ritualisasi-ritualisme: afiliasi vs elitism
            Afiliasi mendorong orang untuk berbagi dengan orang lain. Jika afiliasi dalam kelompok menjadi sangat kuat, kelompok itu menjadi eksklusif, ciri utama ritualisme elitism. Elitsm memandang orang lain penuh dengan curiga dan merendahkan.
g.      Dewasa
Prokreativitas
Menurut erikson, manusia mempunyai insting untuk mempertahankan jenisnya. Insting itu disebut prokreativita, yang mencakup kontak seksual dengan individu intimasi, dan tanggung jawab untuk merawat anak keturunan dari kontak seks tersebut.        
Generativitas vs stagnasi           
Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativitas yaitu penurunan kehidupan baru serta produk dan ide baru. Gnerativitas berhubungan dengan membimbing generasi penerus termasuk merawat anak dan memberikan sumbangan ide untuk kehidupn yang lebih baik. lawan dari generativitas adalah stagnasi. Siklus generativitas dari produktivitas dan kreativitas akan lumpuh apabila orang terlalu mementingkan dirinya sendiri.  Beberapa elemen dari stagnasi tetap dibutuhkan agar orang dapat terus kreatif. Sesekali dia perlu berhenti, untuk membangun generativitas yang lebih baik.
Kepedulian: kekuatan dasar dewasa
Erikson mendefinisikan rasa peduli sebagai komitmen meluas untuk merawat seseorang, produk dan gagasan seseorang yang harus dipedulikan. Sebagai kekuatan dasar dewasa, rasa peduli timbul dari kekuatan dasar ego sebelumnya. Antipasti dari rasa peduli adalah penolakan, patologi inti dewasa. Penolakan adalah ketidakinginan untuk merawat orang-orang tertentu. erikson berkata bahwa penolakan “memiliki implikasi sangat jauh untuk kelangsungan hidup manusia sebagimana untuk perkembangan psikososial seseorang”.
Ritualisasi-ritualisme: generasioanl vs otoritisme
Generasioanal adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya. Sedangkan otoritisme adalah paksaanm orang dewasa dengan kekuasaan dan kekuatanny memaksakan aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi tanpa menimbang siapa yang diatur dan apa tujuan dari otoriter itu.
h.      Usia Tua
Usia tua bukan berarti tidak menjadi generative lagi, walaupun sudah tidak dapat reproduksi lagi, tapi masih bisa produktif dan kretatif dalam hal lain. Usia tua bisa menjadi waktu yang orang senang bermain, menyenangkankan dan keriangan, namun bisa juga menjadi tempat orang pikun, depresi dan putus asa.
Sensualitas tergeneralisasi
Sensualitas tergeneraliasai berarti bahwa mendapat kesenangan dalam ragam sensasi fisik yang berbeda, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan dan bisa juga stimulasi genital. Generalisasi sensualitas bisa juga ditunjukkan dengan memberi perhatian yang lebih besar kepada gaya hidup jenis kelamin pasangannya.
Integritas vs putus asa
Elemen distonik pada tahap ini “putus asa” yang menang. Hanya oran yang memiliki identitas ego yang kuat yang dapat mecapai intgritas. Integritas adalah perasaan menyatu dan utuh, kemampuan untuk menyatukan perasaan, keakuan, dan megurangi kekuatan fisik dan intelektual. Integritas ego sulit dipertahankan ketika orang telah kehilangan sesuatu yang akrab dengan dirinya. Hal tersebut akan menjadikan putus asa.
Kebijaksanaan: kekuatan dasar usia lanjut
Orang dengan kebijaksanaan yang matang , tetap mempertahankan integritasnya walau kondisi fisik dan mentalnya menurun. Orang lanjut usia yang memiliki kebijaksanaan akan peduli dengan yang namanya kematian. Lawan dari kebijaksanaan adalah penghinaan. Penghinaa adalah lanjutan dari penolakan, sumber patologi orang dewasa.
Ritualisasi-ritulisme: integral vs separatism
pada usia tua, ritualisasinya adalah integral yatu ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Orang yang tidak memiliki kebijaksanaan, akan berinteraksi dengan ritualism separatism yaitu bergaya bijaksana, memberi petuah-petuah dogmatis untuk menyembunyikan bahwa dirinya tidak memiliki sifat yang bijak, mungkin juga untuk menyembunyikan keputusasaanya.
                                                                                                                                                                                                                                                             
E.     Dinamika Kepribadian
Feist dan Feist (2008, 215-217) menyatakan bahwa perwujudan dinamika kepribadian adalah hasil interaksi antara kebutuhan biologis yang mendasar dan pengungkapannya melalui tindakan-tindakan sosial. Hal ini berarti bahwa perkembangan kehidupan individu dari bayi hingga dewasa umumnya dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial dengan individu lainnya sehingga membuat individu menjadi matang baik secara fisik maupun secara psikologis. Erikson (Alwisol, 2009:87) menyatakan bahwa ego adalah sumber kesadaran diri indvidu. Ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan diri antara masa lalu dengan masa yang akan datang selama proses penyesuaian diri dengan realita. Friedman dan Schustack (2006, 156) mengemukakan bahwa ego berkembang mengikuti tahap epigenik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentang waktu tertentu. Menurutnya, semua yg berkembang mempunyai rencana dasar, dan dari perencanaan ini muncul bagian-bagian, masing-masing bagian mempunya waktu khusus utk menjadi pusat perkembangan, sampai semua bagian muncul untuk membentuk keseluruhan fungsi.


F.     Relevansi dengan keadaan sekarang
Teori Erikson sekarang sekarang lebih banyak digunakan dalam tahap perkembangan manusia. Namun teorinya dalam bidang kepibadian juga banyak digunakan. Inti dari konsep Erikson mengenai kepribadian adalah delapan urutan tahap perkembangan manusia, dimana lima tahap pertamanya menentukan keprbadian manusia. Dengan demikian, pengalaman seseorang dapat mempengaruhi kepribadiannya. Selain itu, kebiasaan-kebiasaan kita yang kita wujudkan dalam tingkah laku sehari-hari juga mempengarui perasaan identitas seseorang.
Pandangan Erikson mengenai manusia berada ditengah-tengah diantara determinisme dan pilihan bebas. Meskipun kodrat manusia bergantung pada anatomi, sejarah, dan kepribadian, namun manusia menguasai sejarah secara tebatas dan kepribadian manusia memberikan manusia pilihan untuk memilih. Manusia dapat mencari identitas-dentitiasnya masing-masing tanpa dipaksakan oleh sejarah atau mayarakat. Menurut pandangan Erikson, sebelum masa adolesen, sebagian besar kepribadian kita dibentuk oleh motivasi tidak sadar.
Teori Erikson lebih bersifat sosial daripada biologis meskipun teorinya tidak mengabaikan anatomi dan faktor-faktor fisiologis lain dalam perkembangan kepribadian. Ketika manusia berkembang melalui delapan tahap perkembangan Erikson, pengaruh-pengaruh sosial akan meluas dan menjadi kuat. Disanalah kepribadian manusia mulai berkembang. Bagi Erikson, kepribadian yang fundamental adalah menetapkan bagaimana individu menyesuikan diri dengan lingkngannya dari keadaan sosial historis tempat ia dilahirkan. Masyarakat yang berbeda dengan cara membesarkan anak yang berbeda pula akan membentuk kepribadian sesuai dengan keadaan kebudayaan mereka. Erikson menekankan penyesuaian diri sadar individu dengan pengaruh-pengaruh sosial.
Teori Erikson terfokus pada perkembangan sosial, sehingga aplikasinya terutama dibidang pendidikan sosial, khususnya pada usia anak-anak dan remaja. Memperhatiakn teori Erikson akan berdampak kepada perlakuan orang dewasa kepada anak lebih sesuai dengan kebutuhan usia anak-anak itu. Konsep krisis identitas ternyata aplikatif untuk menginterprestasi lima ranah sumber krisis para pemuda di amerika yakni:
1.      Problem
2.      Konflik pilihan pekerjaan dengan orang tua
3.      Keanggautaan kelompok sebaya
4.      Hubungan cinta remaja
5.      Penggunakan obat psikotropik
Dibidang psikoterapi, analisis konflik sosial dapat membantu pemahaman kepribadian klien, namun Erikson tidak mengusulkan tritmen yang khas sesuai dengan focus teori psikososialnya.
Dibidang pengukuran Erikson mengembangkan play construction test, dan Rosenthal bersama dengan Gunrey dan Moore mengembangkan Erikson Psychososial Stage Inventory (EPSI)




DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Feist, J. &. (2010). Theories of personality. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.
Schustack, F. S. (2006). Kepribadian teori klasik dan rise modern. Jakarta: Erlangga
Semiun, Yustinus. 2013. Teori-Teori Kepribadian Psikoanalitik Kontemporer-2. Yogyakarta: Penebit Kanisius

 


      

0 komentar:

Posting Komentar